Sosok Penentu di Piala Eropa
Sepak bola adalah permainan tim, 11 orang melawan 11 orang lainnya di
lapangan hijau. Semua pemain memiliki peran yang penting selama 90 menit
pertandingan berjalan. Plus pelatih yang menjadi dirigen taktik dan
strategi di pinggir lapangan serta di ruang ganti.
Tapi ada kalanya dalam sepak bola hasil akhir ditentukan oleh satu pemain. Bisa karena kepintarannya memanfaatkan peluang atau kebodohannya sehingga lawan mendapatkan keuntungan.
Siapa saja sosok-sosok yang menjadi penentu juara di Piala Eropa? (Data: Situs resmi UEFA dan berbagai sumber)
1. Final Piala Eropa 1972
Mari kembali ke 40 tahun silam di final Piala Eropa 1972. Saat itu Jerman bertemu tim kuat Uni Soviet. Soviet bertekad untuk meraih gelar keduanya setelah yang pertama di Piala Eropa 1960. Namun Jerman yang sebagian besar materi pemainnya berasal dari dua klub terkuat saat itu, Bayern Muenchen dan VfL Borussia Mönchengladbach, sedang dalam penampilan terbaiknya.
Hasilnya Der Panzer menang 3-0. Penyerang gempal Gerd Muller mencetak dua gol dan satu gol lainnya dari gelandang Herbert Wimmer. Jerman pun juara untuk pertama kalinya dan nama Muller semakin terkenal setelah final legendaris itu.
2. Piala Eropa 1984
Michel Platini adalah kapten, pengatur serangan dan inspirasi Prancis di Piala Eropa 1984. Platini juga menjadi mesin gol tim Ayam Jantan di ajang tersebut. Bayangkan saja pemain kelahiran 21 Juni 1955 itu mencetak sembilan gol dalam satu turnamen. Dua kali hat-trick di penyisihan grup dan masing-masing satu gol di semi final dan final.
Hingga kini belum ada pemain yang mampu menyamai pencapaian Platini.
Format Piala Eropa 1984 silam berbeda dengan Piala Eropa edisi 1996 dan edisi-edisi setelahnya. Di Piala Eropa mulai edisi 1996 ada 16 negara yang berpartispasi dan dibagi dalam empat grup di babak penyisihan.
Sedangkan di edisi 1984 jumlah peserta hanya ada delapan negara dalam dua grup. Pemenang Grup 1 akan bertemu peringkat dua Grup 2 dan pemenang Grup 2 akan bertemu peringkat dua Grup 1 di semi final dan pemenangnya akan bertemu di final.
Jadi jumlah pertandingan yang dijalani tim yang sampai di final hanya lima laga.
3. Piala Eropa 1988
Nama Marco van Basten di Piala Eropa 1988 belum diperhitungkan. Usianya saat itu masih 23 tahun dan ia baru pulih dari cedera.
Van Basten bahkan hanya menjadi pemain pengganti di partai pertama Belanda melawan Uni Soviet. Tim Oranye pun kalah 0-1 dari lawannya itu.
Tapi nasib baik berpihak kepada Van Basten. Di pertandingan kedua Grup 2 melawan Inggris, pelatih Rinus Michels memasang penyerang AC Milan itu sejak menit pertama. Dan hasilnya Van Basten mencetak hat-trick untuk membantu Belanda menang 3-1 dan membuat Inggris tersingkir.
Setelah pertandingan tersebut penampilan Van Basten terus menanjak. Menyumbang gol penentu kemenangan Belanda 2-1 di semi final melawan Jerman dan yang paling diingat ialah tendangan volinya ke gawang penjaga gawang sekaligus kapten Uni Soviet, Rinat Dasayev. Gol voli tersebut melengkapi gol Ruud Gullit yang menjadikan Belanda menang 2-0 dari Soviet dan juara Piala Eropa untuk yang pertama kalinya.
4. Piala Eropa 1992
Orang lebih sering memuji para penyerang yang membuat gol cantik atau pemain tengah yang mampu melakukan gocekan.
Tapi jutaan pasang mata terpukau oleh ketangguhan dan kesigapan penjaga gawang Denmark di Piala Eropa 1992. Namanya Peter Schemeichel.
Denmark sebenarnya gagal di babak kualifikasi Piala Eropa 1992. Namun karena Yugoslavia dikeluarkan karena isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), maka Denmark yang ditunjuk menjadi penggantinya.
Denmark sebenarnya tampil kurang meyakinkan di babak penyisihan Grup. Denmark bermain imbang tanpa gol dengan Inggris di pertandingan pertama dan kalah 0-1 dari Swedia laga kedua Grup 1.
Denmark dipastikan lolos ke semi final setelah menang 2-1 dari Prancis di laga terakhir penyisihan grup.
Namun apa yang dilakukan Schemeichel di semi final menutupi semua keraguan orang terhadap Denmark. Di waktu normal Denmark dan juara bertahan Belanda bermain imbang 2-2.
Pertandingan dilanjutkan ke babak pertambahan waktu 2x15 menit dan skor tidak berubah. Penentuan pun dilakukan dengan adu penalti. Lima penendang Denmark dan empat penendang dari Belanda sukses melakukan tugasnya.
Namun penendang kelima Belanda sekaligus pahlawan di final Piala Eropa 1988, Marco van Basten gagal melakukan tugasnya karena bola sepakannya diblok Schemeichel.
Denmark pun masuk final dan kembali mengejutkan banyak orang dengan mengalahkan Jerman 2-0. Schemeichel memang tidak mencetak gol, tapi kerja kerasnya bersama barisan pertahanan membuat gawang Denmark tidak kebobolan di final.
5. Final Piala Eropa 1996
Oliver Bierhoff masuk menggantikan gelandang Mehmet Scholl di menit 69 di final Piala Eropa 1996. Saat itu Jerman tertinggal 0-1 dari Republik Cek lewat gol gelandang sayap kiri Patrik Berger.
Keputusan pelatih Berti Vogts memasukkan Bierhoff ternyata berbuah manis. Hanya tiga menit berada di lapangan, penyerang jangkung itu membuat gol yang menyamakan kedudukan. Bierhoff kemudian secara dramatis mencetak gol di menit 95 babak pertambahan waktu.
Karena ketika itu sistem gol emas (Golden Goal) baru diberlakukan di Piala Eropa, maka gol Bierhoff menjadi penentu Jerman juara Piala Eropa 1996. Sisa waktu pertandingan tidak dilanjutkan dan Republik Cek harus menelan pil pahit.
6. Final Piala Eropa 2000
Sistem gol emas kembali menelan korban. Italia menjadi tumbal di final Piala Eropa 2000. Bermain gemilang sejak awal hingga di final dengan strategi Catenaccio-nya, Gli Azzuri harus kalah secara menyesakkan 1-2 dari Prancis di partai puncak.
Marco Delvecchio membuat Italia unggul 1-0 di menit 55. Namun di menit 90 jelang pertandingan berakhir, barisan belakang Italia yang sangat kokoh di partai-partai sebelumnya malah lengah dan membuat Sylvain Wiltord menyamakan kedudukan.
Pertandingan pun berlanjut ke babak pertambahan waktu. Pemain, pelatih, ofisial, suporter kedua tim dan miliaran penonton di seluruh dunia pun tegang.
Kedua tim bermain hati-hati untuk mempertahankan kedudukan. Tapi kemudian Robert Pires yang masuk sejak menit 86 berlari kencang di sisi kiri pertahanan Italia dan melepaskan umpan setengah melambung ke kotak penalti. David Trezeguet yang berdiri tidak terkawal lalu melepaskan sepakan keras tanpa mengontrol bola ke arah gawang Francesco Toldo.
Toldo yang terlanjur lompat ke kanan pun terkecoh karena bola sepakan Trezeguet mengarah ke arah kiri dengan sangat keras.
Trezeguet histeris, berlari-lari dan melepas kausnya. Kemudian rekan-rekannya yang lain mengejarnya. Dan pelatih Roger Lemerre pun kegirangan di pinggir lapangan seperti anak kecil.
Satu gol Trezeguet di menit 103 akan terus dikenang oleh para fans sepak bola Prancis, seperti mereka terus mengingat dua gol Zinedine Zidane di final Piala Dunia 1998 dan sembilan gol Michel Platini di Piala Eropa 1984.
7. Piala Eropa 2004
Siapa yang menjagokan Yunani di Piala Eropa 2004? Sebagian rakyat Yunani atau orang nekad.
Tapi pencapaian Yunani di Portugal kembali menegaskan kalau hasil akhir sepak bola tidak hanya selalu tergantung ke susunan materi pemain dan racikan pelatih.
Sikap positif, kerja sama, kerja keras, pantang menyerah, kebersamaan dan sosok panutan adalah beberapa kunci sukses Yunani.
Menghadapi tuan rumah di final, Yunani tentu tidak diunggulkan. Saat itu Portugal masih memiliki 'sisa' generasi emasnya: Luis Figo (kapten), Fernando Couto dan Rui Costa.
Lalu masih ada Cristiano Ronaldo yang saat itu mulai menunjukkan sinarnya dan Deco, salah satu pengatur serangan terbaik di Eropa.
Namun prediksi banyak orang runtuh ketika Angelos Charisteas membobol gawang Ricardo di menit 57 dan tim Negeri Dewa mampu mempertahankan keunggulannya sampai peluit panjang dibunyikan.
Bukan Giorgos Karagounis, Theodoros Zagorakis atau sang pencetak gol kemenangan di final Angelos Charisteas yang menjadi sosok kunci Yunani, melainkan pelatih Otto Renhagel.
Kepemimpinan serta strategi pelatih asal Jerman itu telah menjadikan Yunani juara kejutan di Piala Eropa 2004.
8. Piala Eropa 2008
Fernando Torres memang mencetak gol kemenangan Spanyol di final Piala Eropa 2008. Tapi peran duet gelandang Andres Iniesta dan Xavi Hernandez sangat besar hingga Spanyol menjadi juara.
Keduanya adalah motor, inspirasi dan roh permainan Spanyol. Gaya permainan menyerang, menguasai bola selama mungkin, mengoper bola dengan cepat ke sesama pemain sampai umpan-umpan jitu sebagian besar dikreasikan oleh dua gelandang lincah itu.
Spanyol juga selalu menang di Piala Eropa 2008 dengan catatan gol: 12 kali membobol gawang lawan dan hanya tiga kali kemasukan.
Tapi ada kalanya dalam sepak bola hasil akhir ditentukan oleh satu pemain. Bisa karena kepintarannya memanfaatkan peluang atau kebodohannya sehingga lawan mendapatkan keuntungan.
Siapa saja sosok-sosok yang menjadi penentu juara di Piala Eropa? (Data: Situs resmi UEFA dan berbagai sumber)
1. Final Piala Eropa 1972
Mari kembali ke 40 tahun silam di final Piala Eropa 1972. Saat itu Jerman bertemu tim kuat Uni Soviet. Soviet bertekad untuk meraih gelar keduanya setelah yang pertama di Piala Eropa 1960. Namun Jerman yang sebagian besar materi pemainnya berasal dari dua klub terkuat saat itu, Bayern Muenchen dan VfL Borussia Mönchengladbach, sedang dalam penampilan terbaiknya.
Hasilnya Der Panzer menang 3-0. Penyerang gempal Gerd Muller mencetak dua gol dan satu gol lainnya dari gelandang Herbert Wimmer. Jerman pun juara untuk pertama kalinya dan nama Muller semakin terkenal setelah final legendaris itu.
2. Piala Eropa 1984
Michel Platini adalah kapten, pengatur serangan dan inspirasi Prancis di Piala Eropa 1984. Platini juga menjadi mesin gol tim Ayam Jantan di ajang tersebut. Bayangkan saja pemain kelahiran 21 Juni 1955 itu mencetak sembilan gol dalam satu turnamen. Dua kali hat-trick di penyisihan grup dan masing-masing satu gol di semi final dan final.
Hingga kini belum ada pemain yang mampu menyamai pencapaian Platini.
Format Piala Eropa 1984 silam berbeda dengan Piala Eropa edisi 1996 dan edisi-edisi setelahnya. Di Piala Eropa mulai edisi 1996 ada 16 negara yang berpartispasi dan dibagi dalam empat grup di babak penyisihan.
Sedangkan di edisi 1984 jumlah peserta hanya ada delapan negara dalam dua grup. Pemenang Grup 1 akan bertemu peringkat dua Grup 2 dan pemenang Grup 2 akan bertemu peringkat dua Grup 1 di semi final dan pemenangnya akan bertemu di final.
Jadi jumlah pertandingan yang dijalani tim yang sampai di final hanya lima laga.
3. Piala Eropa 1988
Nama Marco van Basten di Piala Eropa 1988 belum diperhitungkan. Usianya saat itu masih 23 tahun dan ia baru pulih dari cedera.
Van Basten bahkan hanya menjadi pemain pengganti di partai pertama Belanda melawan Uni Soviet. Tim Oranye pun kalah 0-1 dari lawannya itu.
Tapi nasib baik berpihak kepada Van Basten. Di pertandingan kedua Grup 2 melawan Inggris, pelatih Rinus Michels memasang penyerang AC Milan itu sejak menit pertama. Dan hasilnya Van Basten mencetak hat-trick untuk membantu Belanda menang 3-1 dan membuat Inggris tersingkir.
Setelah pertandingan tersebut penampilan Van Basten terus menanjak. Menyumbang gol penentu kemenangan Belanda 2-1 di semi final melawan Jerman dan yang paling diingat ialah tendangan volinya ke gawang penjaga gawang sekaligus kapten Uni Soviet, Rinat Dasayev. Gol voli tersebut melengkapi gol Ruud Gullit yang menjadikan Belanda menang 2-0 dari Soviet dan juara Piala Eropa untuk yang pertama kalinya.
4. Piala Eropa 1992
Orang lebih sering memuji para penyerang yang membuat gol cantik atau pemain tengah yang mampu melakukan gocekan.
Tapi jutaan pasang mata terpukau oleh ketangguhan dan kesigapan penjaga gawang Denmark di Piala Eropa 1992. Namanya Peter Schemeichel.
Denmark sebenarnya gagal di babak kualifikasi Piala Eropa 1992. Namun karena Yugoslavia dikeluarkan karena isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), maka Denmark yang ditunjuk menjadi penggantinya.
Denmark sebenarnya tampil kurang meyakinkan di babak penyisihan Grup. Denmark bermain imbang tanpa gol dengan Inggris di pertandingan pertama dan kalah 0-1 dari Swedia laga kedua Grup 1.
Denmark dipastikan lolos ke semi final setelah menang 2-1 dari Prancis di laga terakhir penyisihan grup.
Namun apa yang dilakukan Schemeichel di semi final menutupi semua keraguan orang terhadap Denmark. Di waktu normal Denmark dan juara bertahan Belanda bermain imbang 2-2.
Pertandingan dilanjutkan ke babak pertambahan waktu 2x15 menit dan skor tidak berubah. Penentuan pun dilakukan dengan adu penalti. Lima penendang Denmark dan empat penendang dari Belanda sukses melakukan tugasnya.
Namun penendang kelima Belanda sekaligus pahlawan di final Piala Eropa 1988, Marco van Basten gagal melakukan tugasnya karena bola sepakannya diblok Schemeichel.
Denmark pun masuk final dan kembali mengejutkan banyak orang dengan mengalahkan Jerman 2-0. Schemeichel memang tidak mencetak gol, tapi kerja kerasnya bersama barisan pertahanan membuat gawang Denmark tidak kebobolan di final.
5. Final Piala Eropa 1996
Oliver Bierhoff masuk menggantikan gelandang Mehmet Scholl di menit 69 di final Piala Eropa 1996. Saat itu Jerman tertinggal 0-1 dari Republik Cek lewat gol gelandang sayap kiri Patrik Berger.
Keputusan pelatih Berti Vogts memasukkan Bierhoff ternyata berbuah manis. Hanya tiga menit berada di lapangan, penyerang jangkung itu membuat gol yang menyamakan kedudukan. Bierhoff kemudian secara dramatis mencetak gol di menit 95 babak pertambahan waktu.
Karena ketika itu sistem gol emas (Golden Goal) baru diberlakukan di Piala Eropa, maka gol Bierhoff menjadi penentu Jerman juara Piala Eropa 1996. Sisa waktu pertandingan tidak dilanjutkan dan Republik Cek harus menelan pil pahit.
6. Final Piala Eropa 2000
Sistem gol emas kembali menelan korban. Italia menjadi tumbal di final Piala Eropa 2000. Bermain gemilang sejak awal hingga di final dengan strategi Catenaccio-nya, Gli Azzuri harus kalah secara menyesakkan 1-2 dari Prancis di partai puncak.
Marco Delvecchio membuat Italia unggul 1-0 di menit 55. Namun di menit 90 jelang pertandingan berakhir, barisan belakang Italia yang sangat kokoh di partai-partai sebelumnya malah lengah dan membuat Sylvain Wiltord menyamakan kedudukan.
Pertandingan pun berlanjut ke babak pertambahan waktu. Pemain, pelatih, ofisial, suporter kedua tim dan miliaran penonton di seluruh dunia pun tegang.
Kedua tim bermain hati-hati untuk mempertahankan kedudukan. Tapi kemudian Robert Pires yang masuk sejak menit 86 berlari kencang di sisi kiri pertahanan Italia dan melepaskan umpan setengah melambung ke kotak penalti. David Trezeguet yang berdiri tidak terkawal lalu melepaskan sepakan keras tanpa mengontrol bola ke arah gawang Francesco Toldo.
Toldo yang terlanjur lompat ke kanan pun terkecoh karena bola sepakan Trezeguet mengarah ke arah kiri dengan sangat keras.
Trezeguet histeris, berlari-lari dan melepas kausnya. Kemudian rekan-rekannya yang lain mengejarnya. Dan pelatih Roger Lemerre pun kegirangan di pinggir lapangan seperti anak kecil.
Satu gol Trezeguet di menit 103 akan terus dikenang oleh para fans sepak bola Prancis, seperti mereka terus mengingat dua gol Zinedine Zidane di final Piala Dunia 1998 dan sembilan gol Michel Platini di Piala Eropa 1984.
7. Piala Eropa 2004
Siapa yang menjagokan Yunani di Piala Eropa 2004? Sebagian rakyat Yunani atau orang nekad.
Tapi pencapaian Yunani di Portugal kembali menegaskan kalau hasil akhir sepak bola tidak hanya selalu tergantung ke susunan materi pemain dan racikan pelatih.
Sikap positif, kerja sama, kerja keras, pantang menyerah, kebersamaan dan sosok panutan adalah beberapa kunci sukses Yunani.
Menghadapi tuan rumah di final, Yunani tentu tidak diunggulkan. Saat itu Portugal masih memiliki 'sisa' generasi emasnya: Luis Figo (kapten), Fernando Couto dan Rui Costa.
Lalu masih ada Cristiano Ronaldo yang saat itu mulai menunjukkan sinarnya dan Deco, salah satu pengatur serangan terbaik di Eropa.
Namun prediksi banyak orang runtuh ketika Angelos Charisteas membobol gawang Ricardo di menit 57 dan tim Negeri Dewa mampu mempertahankan keunggulannya sampai peluit panjang dibunyikan.
Bukan Giorgos Karagounis, Theodoros Zagorakis atau sang pencetak gol kemenangan di final Angelos Charisteas yang menjadi sosok kunci Yunani, melainkan pelatih Otto Renhagel.
Kepemimpinan serta strategi pelatih asal Jerman itu telah menjadikan Yunani juara kejutan di Piala Eropa 2004.
8. Piala Eropa 2008
Fernando Torres memang mencetak gol kemenangan Spanyol di final Piala Eropa 2008. Tapi peran duet gelandang Andres Iniesta dan Xavi Hernandez sangat besar hingga Spanyol menjadi juara.
Keduanya adalah motor, inspirasi dan roh permainan Spanyol. Gaya permainan menyerang, menguasai bola selama mungkin, mengoper bola dengan cepat ke sesama pemain sampai umpan-umpan jitu sebagian besar dikreasikan oleh dua gelandang lincah itu.
Spanyol juga selalu menang di Piala Eropa 2008 dengan catatan gol: 12 kali membobol gawang lawan dan hanya tiga kali kemasukan.
Sumber : Yahoo Indonesia
Posting Komentar
BLOG INI DOFOLLOW , Berkomentarlah dengan sopan dan sesuai judul artikel . Bola,Berita Bola,Prediksi Bola,Cek Skor,Hasil Pertandingan Terkini,Berita Bola Dunia, Berita Sepak Bola Dunia
Kami sangat berterima kasih jika Anda ikut menyebarkan atau merekomendasikan artikel ini kepada sahabat dan kerabat Anda melalui facebook.com, twitter.com, email atau sarana jejaring sosial lainnya.
Salam Blogger Indonesia dan Sukses Selalu ! :)