Headlines News :
Home » » 7 Aktor Dominan di Piala Eropa

7 Aktor Dominan di Piala Eropa

Written By Ardiyansyah on 6 Juni 2012 | 11.43.00

7 Aktor Dominan di Piala Eropa 

Beritasepakboladunia88.blogspot.com Di Piala Eropa yang seperti layaknya sebuah festival, selalu ada sosok yang terbit dan menjadi pembeda sebuah pertandingan, atau malah serangkaian festival itu sendiri.

Berikut adalah tujuh sosok yang menjadi pembeda dalam sejarah Piala Eropa 2012 seperti yang dilansir oleh The Sun:



Michel Platini (1984)



Piala Eropa 1984  tidak bisa tidak, orang ini adalah satu-satunya sosok yang mendominasi seluruh pertandingan yang dilakoni Prancis dalam festival tersebut.

Catatan gol Platini kala itu tidak main-main: sembilan gol dalam lima pertandingan. Ia juga menyandang ban kapten. Bersama Luis Fernandes, Alain Giresse, dan Jean Tugana, Platini -- yang saat itu berusia 29 tahun -- mereka menjadikan Prancis sebagai tim yang memiliki kuartet lini tengah terbaik di Piala Eropa 1984.

Dua kali ia mencetak hat-trick di penyisihan grup. Dan di babak semifinal, golnya ke gawang Portugal di menit-menit terakhir membuat Prancis sukses menembus babak puncak.

Di babak final yang dimainkan di stadion Parc des Princes, Platini sukses menghipnotis 47.368 manusia yang hadir saat itu dengan tendangan bebas andalannya yang sukses mengoyak jala Luis Arconada.

Meski bermain dengan 10 pemain, ketika Yvon Le Roux dikeluarkan wasit Vojtěch Christov, Prancis justru sukses menambah keunggulan lewat gol Bruno Bellone. Skor 2-0 bertahan hingga pertandingan selesai.

Gelar internasional pertama Prancis berhasil di dapat. Sang kapten adalah aktor utamanya.



Marco van Basten (1988)


Sebuah pemeo berbunyi: "Good man, die young." Untuk pesepakbola, "kematian" dalam kalimat tersebut bisa diartikan sebagai "pensiun dini". Marco van Basten paham betul rasanya, ketika ia divonis tak dapat bermain sepakbola lagi di usia 31.

Tetapi pada Piala Eropa 1988, Basten menorehkan cerita menarik. Pertama, ketika Belanda mempermalukan Inggris di fase grup dengan skor 4-1. Basten kala itu mencetak trigol dan membuat Tony Adams muda benar-benar tak berkutik.

Dendam antisemit antara Belanda dan Jerman tampaknya kembali membakar ketika kedua negara yang memiliki filosofi sepakbola kuat ini bertemu di semifinal. Akan tetapi, gol Basten di penghujung pertandingan menegaskan kelas Belanda saat itu.

Puncak kemahsyuran Basten muncul di partai puncak. Tendangan volinya ke gawang Uni Soviet membuat banyak orang terperangah. Belanda juara Eropa dengan skor 2-0.



Peter Schmeichel (1992)


Alex Ferguson memboyongnya dari Brondby dengan mahar hanya 550 ribu euro. Atas transfer tersebut, MU sempat mendapatkan olok-olok sebagai tim yang melakukan "transfer termurah abad ini".

Tetapi insting Fergie terbukti jitu. Tidak hanya di MU, karier Peter Schmeichel juga cemerlang di tim nasional Denmark. Di Piala Eropa 1992 -- Denmark bisa ikut ambil bagian karena Yugoslavia didiskualifikasi karena tengah mengalami kekacauan perang --, Schmeichel menunjukkan kelasnya.

Schmeichel menjadi inspirasi seluruh warga Denmark saat itu. Bagi rekan-rekan setim, ia adalah panutan. Ketika ia berhasil mementahkan tendangan penalti Marco van Basten di semifinal, dunia kembali bertepuk tangan untuknya.

Dan kisah yang mirip dongeng itu berakhir dengan indah ketika Schmeichel berhasil membawa Denmark mengalahkan Jerman dengan skor 2-0. Ia meraih penghargaan kiper terbaik dunia saat itu. Lebih jauh, ia juga di dapuk sebagai rujukan bagaimana kiper era sepakbola modern memainkan perannya.



Alan Shearer (1996)


Lahir 13 Agustus 1970, Alan Sherar merupakan salah satu penyerang terbaik yang pernah muncul dalam sejarah sepakbola Inggris. Pada Piala Eropa 1996, Shearer seperti teror untuk barisan pertahanan lawan.

Terry Venables, pelatih Inggris saat itu, tidak peduli meski Shearer, yang saat itu berusia 25 tahun, datang dengan rekor yang tidak sedap: belum mencetak gol selama 21 bulan untuk Inggris.

Pilihan Terry benar. Hanya butuh 22 menit bagi Shearer untuk memecahkan "telur"nya. Ia mencetak gol saat Inggris membenamkan Skotlandia. Nasib lebih tragis menimpa Belanda ketika mereka luluh lantak oleh Shearer cs dengan skor 4-1 di Wembley.

Pun begitu, klemampuan mencetak golnya memang luar biasa. Kepalanya kuat, kedua kakinya berfungsi dengan baik, dan pergerakan tanpa bolanya juga bikin geleng kepala.

Sayang, keganasannya mesti terhenti di babak semifinal ketika Inggris kalah dalam drama adu penalti oleh Jerman Barat. Pun begitu, Shearer sukses membawa pulang Golden Boot setelah mencetak lima gol.



Zinedine Zidane (2000)


Jika ada nama lain yang layak disebut telah menggeser kebesaran Michel Platini, tak lain dan tak bukan adalah Zinedine Zidane. Seorang maestro sepakbola keturunan Aljazair.

Setelah memenangi Piala Dunia dua tahun sebelumnya, Zidane kembali sukses membawa Prancis meraih gelar bergengsi lain: Piala Eropa 2000.

Saat itu, meski raihan golnya tak sebanyak Platini, Zidane adalah poros, roh permainan tim. Bagaimana ritme dan tempo permainan Prancis didasari oleh kehendak kakiknya. Tendangan penaltinya ke gawang Portugal membawa Les Bleus melaju ke final bertemu Italia -- dan jadi juara.

Zidane lalu dianugerahi sebagai pemain terbaik di turnamen tersebut.



Otto Rehhagel (2004)


Kepalanya keras. Gaya bermainnya menjemukan. Tak jarang disebut memuakkan. Otto Rehhagel adalah cerminan jelas bagaimana negative football ternyata tak hanya berguna untuk membuat lawan frustasi, tetapi juga menjadi kampiun.

Usianya sekarang 73 tahun. Ia membawa Yunani menjadi juara Piala Eropa 2004 di Portugal. Dunia dan bandar judi benar-benar kalang kabut dibuatnya. Lewat permain ultra defensif dan hanya mengandalkan gol-gol dari set piece, Rehhagel membuktikan bahwa taktiknya mungkin buruk bagi dunia, tetapi tidak bagi Yunani.

Dan benar saja, kemenangan tim yang pertama kali di Piala Eropa itu membuat namanya dipuja-puji bak dewa-dewa Yunani.



David Villa (2008)


Sayang sekali, David Villa mesti absen mengikuti turnamen Piala Eropa tahun ini akibat cedera yang dialaminya. Atas hal ini, dunia jelas merindukan sosok yang berhasil mencetak enam gol dalam kualifikasi Piala Eropa 2008 dan mencetak hat-trick di pertandingan perdana untuk Spanyol melawan Rusia di fase grup tahun itu.

Partnernya saat itu adalah striker jempolan lain yang bermain untuk Liverpool, Fernando Torres. Tetapi sinar Torres kalah terang oleh Villa, yang juga membantu Spanyol mengalahkan Italia dalam drama adu penalti di perempat final.

Sayang, di semifinal ia mengalami cedera yang membuat ia mesti absen di partai puncak melawan Jerman. Penyesalan yang luar biasa. Torres sendiri menjadi pencetak gol kemenangan. Spanyol juara dengan skor 1-0.

Villa mungkin menyesal, tetapi ia tetap meraih Golden Boot atas raihan empat golnya. (dtc/a2s) Sumber: detiksport
Share this post :

Posting Komentar

BLOG INI DOFOLLOW , Berkomentarlah dengan sopan dan sesuai judul artikel . Bola,Berita Bola,Prediksi Bola,Cek Skor,Hasil Pertandingan Terkini,Berita Bola Dunia, Berita Sepak Bola Dunia

Kami sangat berterima kasih jika Anda ikut menyebarkan atau merekomendasikan artikel ini kepada sahabat dan kerabat Anda melalui facebook.com, twitter.com, email atau sarana jejaring sosial lainnya.

Salam Blogger Indonesia dan Sukses Selalu ! :)

 
Support : Ardiyansyah Blog | Artikel Menarik Unik | Seribu Data| Sewa Gedung Pernikahan |
Copyright © 2011. Berita, Prediksi, Video Bola - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger