Ulas Taktik - Dominasi Prancis + Kendali Inggris = Membosankan
Jakarta - Inggris vs Prancis yang digadang-gadang
bakal menjadi salah satu big match di Euro 2012 ternyata tak ubahnya
sebuah ajang latihan: yang satu berlatih menyerang, satunya lagi
bertahan. Membosankan.
Tidak ada kejutan berarti dalam pemilihan pemain dari kedua tim. Inggris bermain dengan 4-4-2 atau 4-4-1-1 dengan menempatkan Ashley Young di depan Danny Welbeck. Pilihan pada Young sama sekali tidak mengejutkan karena Roy Hodgson melakukannya dalam dua laga ujicoba saat mengalahkan Belgia dan Norwegia. Sementara Prancis menurunkan formasi dasar 4-3-3 dengan susunan pemain yang sama persis dengan laga ujicoba terakhir melawan Estonia.
Koneksi Young-Welbeck
Saat mengalahkan Belgia di laga ujicoba 2 Juni lalu, gol tunggal kemenangan Inggris dari kaki Welbeck berasal dari through-pass Young yang memang lebih banyak bergerak di belakang Welbeck. Koneksi semacam inilah yang sepertinya diinginkan Hodgson untuk diulangi anak asuhnya saat menghadapi Prancis tadi malam.
Kombinasi macam itu sempat memberikan harapan. Through-pass Ashley Young kepada James Milner berhasil membelah pertahanan Prancis. Sayang, sepakan Milner yang sebenarnya sudah melewati kiper Hugo Lloris masih menerpa jala samping gawang.
Dengan Welbeck yang bisa menjadi penahan bola, Inggris selalu merepotkan Prancis jika kombinasi Welbeck dan Young dibantu oleh Milner dan Oxlade-Chamberlain atau salah satu dari keduanya. Alou Diarra seringkali kerepotan melacak pergerakan Young yang dibantu Milner atau Chamberlain.
Cara menyerang ini sayangnya tidak lama bisa dipertahankan Inggris. Setelah gol Joleon Lescott, Young dan Welbeck kekurangan dukungan dari Chamberlain dan Milner yang lebih sering turun ke bawah menjaga lebar lapangan. Young dan Welbeck pun terisolasi di depan. Akibatnya, tidak banyak kesempatan yang didapat Welbeck atau Young.
Pentingnya bantuan dari lini kedua ini terlihat dari statistik percobaan mencetak gol yang dilakukan Inggris sepanjang pertandingan ternyata semuanya dilakukan bukan oleh Welbeck atau pun Young. Lihat chalkboard di bawah ini:
Dua Lapis Pertahanan
Segera setelah Lescott mencetak gol, Inggris kembali menunjukkan apa yang sudah mereka pertontonkan di dua laga ujicoba terakhir yaitu disiplin di wilayah sendiri dengan membangun dua lapis pertahanan.
Metode bertahannya sangat kasat mata bagi siapa pun yang semalam menyaksikan laga ini: di final third (sepertiga lapangan terakhir) Inggris memasang dua lapis pertahanan dengan 4 bek sejajar (kadang 5 dengan Scott Parker turun melengkapi back-four) dilindungi oleh 4 gelandang yang juga berdiri sejajar. Dalam banyak momen, kesejajaran dua lapis pertahanan ini bahkan bisa diukur dengan penggaris.
Tiga pemain Prancis yang menjadi kreator serangan, Nasri-Benzema-Ribery, ini seringkali terjebak di antara dua lapis pertahanan ini. Dengan Scott Parker lebih konstan berdiri tepat di depan back-four, Gerrard dengan ditemani Milner di kanan dan Oxlade di kiri tinggal menahan agar Malouda dan Cabaye dari lini kedua tidak bisa membantu lini depan Prancis.
Metode bertahan ini membosankan untuk dilihat, tapi 95% efektif untuk memblokade permutasi yang lancar dan cair antara Nasri-Benzema-Ribery. Tetapi, metode penyusunan pertahanan macam ini mengorbankan potensi yang dimiliki duet Welbeck-Young jika dibantu oleh Oxlade dan Milner atau salah satu dari keduanya.
Retakan pada dua lapis pertahanan Inggris
Cara bertahan Inggris ini 95% sukses, dengan sisa 5%-nya disisakan untuk proses gol Samir Nasri. Jika di momen-momen lain Inggris berhasil mengisolasi 2 atau 3 pemain Prancis (Benzema-Ribery-Nasri) dengan menempatkan mereka tepat di tengah dua lapis pertahanan ini, pada proses gol Nasri skema ini mengalami retakan.
Ketika Evra masuk ke final third dan menyodorkan bola ke Ribery, Scott Parker dan Gerrard terpancing untuk bergerak ke dalam untuk mengantisipasi kemungkinan Ribery mengembalikan bola ke Evra yang sudah masuk terlalu dalam ke jantung pertahanan Inggris. Ternyata oleh Ribery bola ditaruh ke belakang kepada Nasri yang mendapat ruang sangat bebas untuk melakukan eksekusi. Gol.
Seperti terlihat di gambar di atas ini, terlihat dua lapis pertahanan Inggris saling berhimpit sehingga di terdapat enam pemain Inggris nyaris sejajar. Scott Parker dan Gerrard (dalam gambar dengan tanda hitam) berhimpit dengan back-four. Akibatnya, Benzema-Ribery-Nasri tidak berada dalam situasi dijepit dua lapis pertahanan. Nasri bahkan sangat bebas mendapatkan ruang untuk melakukan eksekusi dari luar kotak.
Permutasi Nasri-Benzema-Ribery
Kunci permainan Prancis yang paling dominan sebenarnya ada pada poros Ribery-Benzema-Nasri. Bagaimana mereka selalu bergerak bersama dengan jarak tidak pernah jauh dari 20 meter. Ketika menyerang, Prancis menjadi mempunyai tiga tim yang berbeda. Timnya Ribery (Ribery, Benzema, Nasri) timnya Diarra (Malouda, Diarra, Cabaye) dan tim sayap yang sewaktu-waktu ikut masuk diwakili Evra di kiri dan Debuchy di kanan.
Lihat chalkboard attempt Prancis sepanjang pertandingan di bawah ini:
Di babak I, trisula Prancis ini lebih banyak mengekploitasi sisi kanan Inggris yang dijaga oleh Glenn Johnson. Hampir semua percobaan gol Prancis dilakukan dari situ. Gol Nasri juga dimulai dari serangan Evra yang masuk melalui area Glen Johnson dan eksekusi juga dilakukan di sisi kanan Inggris.
Di babak kedua, Poros Cabaye-Diarra-Malouda (terutama Cabaye) menjadi lebih leluasa mendekati porosnya Ribery dikarenakan mereka tidak menjaga siapa-siapa di pos-nya. Praktis mereka hanya mengawasi bagaimana aliran bola kepada Wellbeck atau Ashley Young agar terhenti dikarenakan Gerrard dan Parker terisolasi di wilayah final third sendiri.
Sementara dominasi serangan Prancis di babak II juga condong berpindah ke sisi kiri Inggris yang dijaga Evra. Cabaye dan Debuchy rutin mengganggu sisi kiri pertahanan Inggris. Dengan pertahanan Inggris yang makin rapat, Benzema juga makin sering turun ke luar kotak penalti. 80% percobaan mencetak gol Benzema (4 dari 5) dilakukan dari luar kotak penalti, begitu juga Cabaye.
Tanpa progresi di Babak II
Di babak kedua, Laurent Blanc mencoba membuat perubahan. Prancis memilih menunggu untuk diserang. Harapannya agar permainan menjadi lebih terbuka. Tapi Inggris tak terpancing karena ingat bahwa target mereka di match ini memang agar tidak kalah dari Prancis.
Bangunan pertahanan yang tadinya dua lapis dibuat menjadi tiga lapis dengan dengan menarik satu striker ikut ke lini tengah dalam pola 4-5-1. Dalam beberapa situasi serangan balik, Young bahkan ada jauh di depan dengan Welbeck yang justru turun ke bawah mencoba memainkan pernah sebagai penghubung. Mestikah diherankan jika di babak II hanya 3 percobaan mencetak gol yang dilakukan Inggris, dan semuanya off-target?
Anehnya, Laurent Blanc juga terlihat nyaman dengan kemandekan situasi permainan yang tidak mengalami progresi sama sekali ini. Inisiatif untuk mengubah situasi permainan justru datang lebih dulu dari Hodgson yang secara bersamaan memasukan Defoe dan Henderson untuk menggantikan Chamberlain dan Parker. Defoe terlihat memberi sedikit perubahan warna tapi kedalaman posisi Gerrard lagi-lagi membuat unit bertahan dan menyerang Inggris tidak terhubungkan.
Blanc baru memasukan Ben Arfa dan Marvin Martin menggantikan Malouda dan Cabaye. Tetapi tidak banyak yang bisa diharapkan dalam waktu yang singkat, terutama dalam situasi permainan yang cenderung statis dari kick-off sampai pertandingan berakhir.
Prancis mendominasi penguasaan bola, tapi bagaimana pertandingan berlangsung bisa dibilang dikendalikan oleh cara bermain Inggris.
Kesimpulan
Sukar untuk tidak mengatakan partai sebagai yang paling membosankan dari matchday I. Kedua tim masuk ke lapangan dengan mind-set berbeda yang dengan keras kepala dipertahankan nyaris sepanjang pertandingan oleh keduanya.
Kegagalan Prancis mengonversi dominasi penguasaan bola menjadi kemenangan kembali menegaskan gejala umum di matchday I. Sebelumnya, Spanyol dan Belanda juga gagal mengonversi dominasi penguasaan bola menjadi kemenangan.
Dominasi penguasaan bola dan mengontrol permainan seringkali dua hal yang berbeda.
Riphan Pradipta*
* Penulis adalah analis di Pandit Football Indonesia. @pradiptariphan
Sumber: detiksport
+ komentar + 1 komentar
cheap jordans
cheap jordans
kobe basketball shoes
air max 2019
kyrie 6
golden goose
vapormax
golden gooses sneakers
hermes belt
air jordan
Posting Komentar
BLOG INI DOFOLLOW , Berkomentarlah dengan sopan dan sesuai judul artikel . Bola,Berita Bola,Prediksi Bola,Cek Skor,Hasil Pertandingan Terkini,Berita Bola Dunia, Berita Sepak Bola Dunia
Kami sangat berterima kasih jika Anda ikut menyebarkan atau merekomendasikan artikel ini kepada sahabat dan kerabat Anda melalui facebook.com, twitter.com, email atau sarana jejaring sosial lainnya.
Salam Blogger Indonesia dan Sukses Selalu ! :)